KESETIANKU
Mirna Setiarini.
Itu namaku. Biasa dipanggil Tia. Namaku mengandung kata setia, dan hal itu
terjadi pula padaku. Tak hanya sebuah nama, tetapi menjadi sifatku. Aku
mempunyai sifat ini sejak aku kecil. Jika aku disuruh menunggu oleh orang yang
aku cintai, seperti ibuku, aku akan menunggu di tempat itu sampai ibu kembali.
Aku selalu setia
pada orang-orang yang aku cintai. Aku selalu berpendapat, mungkin memang karena
aku ditadirkan meiliki nama dan sifat yang sama yaitu setia. Karena hal itu,
aku selalu berusaha untuk setia. Hingga suatu saat, kesetiaan pada diriku
hilang. Ini bermula dari...
“Tia!!!!!
Awaaaaaasssssssssssss!!!!!!”
teriakan Sinta,
temanku yang sangat akrab alias sahabatku, mengingatkanku adanya bahaya besar
akan menimpaku. Kutengok sekilas ada sebuah motor melaju kencang ke arahku. Tak
tau apa yang harus kulakukan, karena kejadian itu sangat cepat.
Aku hanya
terkejut, dan berteriak keras karena refleksi, dan kuat-kuat di dalam hati aku
memohon kepada-Nya agar menyelamatkanku. Entah apa yang telah terjadi padaku,
sesaat ku linglung, melihat ke arah sekitar. Aku mendapati sosok seorang cowok
tampan dan terlihat dewasa. Nampaknya, dia beberapa tahun di atasku. Dalam
sekejap, aku terbius oleh pesonanya. Tak sadar dengan posisiku yang tengah
berada dalam setengah pelukan cowok itu. Dan aku tersadar oleh deheman Sinta.
“Ehm, ehm.”
Dengan reflek,
aku segera melepaskan diriku dari pelukan cowok itu.
“ Tia, kamu gak apa-apa?”
Tanya Sinta agak
khawatir, atau pura-pura khawatir. Aku tak yakin dengan ekspresinya.
“Kamu, serius bilang itu
padaku?” tanyaku menyinggung.
“Ya ampun, Tia. Masa sih,
aku bilang ini semua buat cowok ini?
Yah jelas kamulah, kamu ka yang hampir
ketabrak. Atau, jangan-jangan, kamu..., gak percaya lagi sama aku? Aku serius
ngawatirkanmu. Aku ini sahabatmu, ya.
”Celotehnya
panjang lebar. “Ehm. Sory, kalo aku ngganggu. Ehm, kamu udah nggak pa-pa? Apa
ada yang sakit?” deg. Perasaan apa ini?
Mendengar
suaranya, serasa aku mau pingsan.
”Tia! Kamu gak
pa-pa? Kok bengong.”
oops. Ada apa
sih ma aku.
”ehm. Nggak.
Nggak pa-pa kok. Ehm, makasih ya, udah nolongin aku. Aku nggak tau lagi harus
gimana buat balas semua ini.”
”Buat apa balas
budi segala, ya? Kan emang kewajiban dia sebgai sesama manusia. Iya kan mas?”
tiba-tiba si Sinta nyronol gitu aja bikin
malu.
”ssstt. Apaan
sih. Gak sopan amat.”
”Eh, nggak.
Bener kok. Kamu nggak perlu pake balas budi segala. Aku tulus kok. Oya, namaku
Jerry.”
dia menyodorkan tangannya padaku. Entah apa
aku sedang mimpi.
”A..aku Tia”
baru salaman sebentar, Sinta
menyerobotnya.
”Aku Sinta.”
Setelah itu,
kami melanjutkan perkenalan di sebuah kafe terdekat dari TKP. Satu bulan
kemudian, aku ditembak oleh Jerry. Aku sangat senang sekali. Selama sebulan
ini, sejak pertamaku berkenalan dengannya,aku semakin dekat dengannya.
Dan akhirnya,
sekarang adalah acar puncak. Aku dan Jerry, resmi jadian. Ternyata, Sinta juga
senang aku dapat jodoh. Walaupun, pada saat pertama kali bertemu, tampaknya, ia
tak suka dengan Jerry.
Malam ini, aku
dan Jerry akan merayakan hari jadian kami. Hanya acara kecil-kecilan di sebuah
kafe. Aku mengajak Sinta dan pacarnya, sehingga kami double date. Aku memang
sebelumnya, belum pernah pacaran. Padahal, aku sudah 17 tahun sekarang.
Untungnya masih
ada yang mau denganku.(hihihi) Aku tetap menerapkan kesetiannku pada Jerry,
orang yang paling aku cintai. Dan aku sudah menjalaninya selama 1 tahun. Hingga
aku lulus SMA sekarang. Aku bahagia, aku masih setia padanya, begitu pula
dengannya. Aku merasa, namaku ini benar-benar membawa berkah.
Hubunganku
dengan Jerry masih langgeng hingga sekarang. Dan aku akan memasuki universitas
yang sama dengan Jerry. Aku berharap, aku bisa memasuki fakultas yang sama
pula.
”Hi, sayang.
Gimana hasil tesmu? Kamu jadi masuk UI kan, jurusan seni? Sama sepertiku.”
Jerry menemuiku di teras rumah. Aku merasa sedih sekali, mau mengatakan
sebenarnya. ” Hhh.. Gagal. Gagal Jerry.
Aku gagal, masuk
jurusan seni UI, tapi aku keterima di jurusan ekonomi UI.
” kataku dengan
sedih.
”Sudah, sayang. Jangan sedih. Nggak pa-pa.
Mungkin ini takdir. Tapi kita masih satu universitaskan? Sudah, jangan sedih..
cup..cup..cup”
katanya
menenangkanku.. kecewa sih, tapi, aku masih bisa ambil positifnya. Aku masih
satau kampus dengan Jerry, pacarku tersayang. Satu semester, telah aku lewati.
Aku bahagia, hubunganku dengan Jerry, kehidupan kuliahku, kehidupan di rumah.
Masih langgeng aja. Tapi, ada laporan tak mengenakkan dari sahabatku yang satu
ini.
”Tia, kamu harus
percaya ma aku. Jerry, bukan cowok yang baik seperti dulu. Dia udah berpaling
sama kamu. Dia tuh selingkuh. Aku liat sendiri dengan mata telanjangku.”
telingaku terasa semakin
panas.
”Stop. Stop,
sin. Itu nggak mungkin. Kamu tau kan , dia itu pasti setia sama aku. Aku setia
sama dia. Jadi, nggak mungkin hal itu terjadi. Kamu pasti salah orang.
”Dibilangin
nggak percaya. Kamu itu. Kamu itu, nggak lagi dibutain karena cinta, tapi,
obsesimu terhadap namamu yang indah. Yang bilang membawa berkah. Selalu setia.
Okey. Mungkin kamu setia. Tapi, Jerry. Jerry bukan kamu. Jadi, belum tentu dia
setia.”
”Stooooooooop!
Sin, jangan lagi kamu merendahkan Jerry. Dan jangan pernah kamu menyepelekan
tentang namaku. Itu memang sudah terbukti.
Sudahlah. Aku
mau sendiri. Jangan ganggu aku.” aku benar-benar kesal. aku meninggalkannya di
kelas.
”Oke. It’s up to
you.”
suaranya masih
terdengar. Aku menjadi sangat kesal. Sinta adalah sahabatku. Tapi dia nggak
mendukungku. Aku kesal. Kesal sekali. Entah kenapa, aku, aku buta. Buta sekali.
Benar. Benar sekali yang dikatakan Sinta.
Sahabatku.
Kenapa aku tak percaya dengannya. Setelah seminggu aku bertengkar dengan Sinta,
diam-diaman. Aku baru dapat bukti itu dengan nyata. Kulihat, Jerry, tengah
memberikan sebuah cincin pada seorang cewek dan mencium tangannya. Gimana aku
nggak, arggghhhh.
Kenapa aku
begitu bodoh. Secepatnya, kusamperin dia. Aku akan bikin malu dia.
” Wah,wah. Bagus
ya. Ada seorang cowok yang amat ganteng, mempunyai 2 orang pacar. Dan salah
satunya, nggak tahu kalo selama ini diboongin sama pacarnya sendiri, kalo ternyata
dia punya selingkuhan.”
kulihat
ekspresinya. Lucu banget deh. Ketakutan gitu. Seperti maling yang ketahuan, dan
akan segera ditangkap, dan dibawa ke kantor polisi.
” Ah, Tia.
Ka..kamu kok..”
” Oh, kamu panggil apa? Tia?
Nggak salah.
Biasanya, pacarku selalu panggil aku sayang. Kenapa berubah jadi panggil
namaku. Oh, ya. Aku tahu. Ini tandanya, kita harus putus. Dasar cowok buaya.”
segera kutinggalkan tempat itu, karena aku muak melihatnya.
” Tung..tunggu
Tia, sayang!!!”
aku tak peduli
dengan teriakannya. Kemudian, terdengar suara-sura ricuh, sepertinya
orang-orang sedang menghinanya. Hahaha. Aku senang sekali, dia bisa
kupermalukan seperti itu. Tau rasa dia. Setelah kejadian itu, aku berbaikan
dengan Sinta. Aku benar-benar tertipu oleh wajah manis si Jerry. Dan aku nggak
mau lagi terobsesi sama namaku. Seakan, sekarang, aku lebih bebas. Tak terikat
lagi dengan namaku yang setia.
Aku bisa merasakan hal-hal yang tak pernah
kurasakan.
”Tia. Kamu
kelewatan. Aku memang sering, mengkritik kamu agar kamu nggak terobsesi dengan
namamu itu. Tapi bukan berarti kamu hidup sebebas ini. Kamu gak perlu cobain
yang namanya diskotik, kamu kan tahu, ibu kamu pasti nggak suka. Kamu juga
sering bolos kuliah, kamu gak pernah datang ke acara kampus, apalagi janjian
sama aku.
Nggak pernah lagi ontime. Kamu buat aku
nunggu..” celoteh panjang lebar Sinta kumat lagi deh.
” Udahlah, Sin.
Kamu sendiri kan yang bilang buat aku nggak terobsesi dengan setia dari namaku
itu.”
” Iya, tapi
bukan berarti, kamu mengingkari semua kesetiaan yang ada padamu.”
” Udahlah. Nggak
usah bikin aku bete. Udah yah. Dah. Aku mau nge-date dulu. Bye.
”kataku sambil
meninggalkannnya.
Sekarang,
keadaanku memang terbalik. Tak lagi aku percaya dengan kata setia. Aku malah,
membencinya. Sekarang, yang aku pikirkan hanyalah bersenang-senang. Aku sering
bolos.
Cuma untuk
shopping, nge-date, and ke diskotik. Menyenangkan rasanya. Lagi-lagi, perasaan
senangku terganggu. Aku melihat Jerry, di jalan. Saat aku sedang berjalan
menuju kafe bersama pasangan baruku. Bikin bete nih.
”Tia. Aku mau
ngomong sama kamu. Aku udah denger dari Sinta, sahabat kamu. Dia ceritain
semuanya sama aku. Pliss. Ehm, mas, maaf, aku boleh pinjam Tia nya sebentar.”
”Oh, okey.
Silahkan.”
” What? Emangnya
kau barang. Say, apaan sih kamu, kok ngijinin dia bawa aku? Kalo aku
diapa-apain gimana?”
aku ngeless,
biar pacar baruku nggak jadi ngijinin si Jerry bawa aku. ”Tenang aja, aku gak
bakalan ngapa-ngapain kamu kok” ”Iya, gak pa-pa say. Aku percaya kok. Dia
keliatannya orang baik.” hah. Males banget deh, ketemu orang yang paling nggak
pengen aku temui.
” Apaan?
”kataku sinis.
”Biasa aja kali. Aku Cuma mau nunjukin seseorang sama kamu.”
” Siapa? Apa
hubungannya sama aku? ”tanyaku bingung.
”Ikut dulu
ajah.” ada apa sih. Dasar cowok ini, misterius amat. Beberapa menit kemudian,
keluar seorang cewek yang dulu pernah kupergoki dia selingkuh, dan Sinta
dibelakangnya. ”Ngapain kamu bawa-bawa dia? Oh, mau pamer, kalo dia sekarang
pacarmu.
Itu, Sinta,
ngapain kamu disini juga?” nggak penting amat sih, nih orang. ” Biar aku
jelasin. Kenalin, dia Verly.” si cewek itu pun, menyodorkan tangannya padaku.
Kenapa, aku merasa dejavu. Tiba-tiba aja.
Perasaan itu,
sama seperti.. yah aku tahu, sama seperti pertama bertemu Jerry.
”Hi, aku Verly.”
aku diam aja.
Tak mau aku berjabat tangan dengannya.
” Maaf. Selama ini, aku membuatmu salah paham.
Hingga, membuat hubungannmu dengan Jerry rusak, gara-gara aku. Dan, hidupmu
menjadi seperti ini.”
”udahlah. Gak
usah basa-basi. Kalian ini sebenarnya mau apa sih? Cuma mau minta maaf? Hh,
emangnya segampang itu apa, aku memaafkan kalian. Lagian, aku nggak perlu maaf
dari kalian.
”jawabku sinis.
Aku tak peduli.
”Seenggaknya,
dengarkan dulu apa yang mau dibicarakan oleh Verly dan Jerry.
”sambung Sinta
membuatku tambah bete.
”Apaan sih,
kamu. Ikut-ikutan aja.”
”Tia, kamu..”
”Sudah, sudah. Jangan bertengkar lagi. Kak, lanjutin.” Hah? Nggak salah denger.
Jerry, manggil si cewek ini ”kak”? Apa karena dia lebih tua?
”Gini,ya. Aku
dan Jerry, sebenarnya adalah saudara. Jerry itu, adik kandungku. Waktu itu,
kamu liat, Jerry memberiku cincin dan mencium tanganku. Sebenarnya, dia hanya
sedang latihan saja.
” hah? Apa
maksudnya semua ini?
”latihan?”
”Iya. Latihan
untuk melamar kamu. Dia mau kamu menjadi tunangannya. Dia mau melamarmu. Jerry,
inginnya, latihan yang lebih nyata, jadi sekalian di kafe. Maaf ya, selama
seminggu ini, kami selalu berusaha menemuimu, tapi kamu selalu tak ada. Jadi
baru sekarang tersampaikan.
”Tuk. Aku
tetrjatuh.
Aku shock. Apa yang selama ini aku lakukan?
Aku.. aku telah menyia-nyiakan hidupku.
Keluargaku,
kampusku, sahabatku, dan cintaku. Apa yang telah aku lakukan sih? Ya Tuhan.
Ampuni aku. Aku telah dibutakan oleh hawa nafsuku. Aku, tak tahu harus
bagaimana. Aku telah banyak dosa. Aku banyak bersalah pada orang-orang
disekitarku, yang sangat aku cintai.
”Aku... maafkan
aku. Aku benar-benar salah. Aku..
”aku terisak.
Aku menangis sedalam-dalamnya. Tapi aku tetap dihibur oleh orang-orang yang aku
cintai, aku sayangi, walau mereka telah aku sakiti.
”Sudahlah, tak
ada yang perlu dimaafkan. Sekarang, kita pulang saja yuk”
Kata Jerry
menenangkanku. Iya. Sekarang, mataku jauh lebih terbuka. Aku lebih mempercayai
orang-orang yang aku cintai.
Aku lebih
mendengarkan apa yang mereka katakan. Kesetianku.. akan tetap ada. Tapi tidak
lagi menjadi obsesi, melainkan alami. Kesetianku..
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar