THERAPHY
SENSORI INTEGRASI
Membantu
perkembangan dan pertumbuhan anak anda dengan terapi yang membantu perkembangan
mental anak anda.
Pelayanan
Terapi untuk kasus Anak yang meliputi:
* Autism Spectrum Disorder
* ADD, ADHD
* Asperger's Syndrome
* Hiperaktif
* Keterlambatan Perkembangan
* Cerebral Palsy
* Brain Injury
* Down Syndrome
* Disorder/PDD
* Gangguan Belajar
* Gangguan Bicara/terlambar bicara
* Trauma, susah tidur, Epilepsi
*
Stroke & Parkinson
TERAPI WICARA
Kalangan orang tua dianjurkan bersikap waspada ketika mendapati anaknya
sejak lahir sampai usia 2 tahun tak pernah ngoceh dan tak bisa mengucapkan
sepatah kata pun. Karena itu merupakan indikasi awal keterlambatan bicara pada
anak yang merupakan satu dari sekian gangguan psikis dan kejiwaan anak. Gejala
keterlambatan bicara pada anak itu makin perlu penanganan khusus jika memiliki
gangguan komunikasi dan keterbelakangan lainnya.
Keterlambatan bicara pada anak merupakan gangguan psikis dan mental yang
perlu perhatian khusus dari orang tua. Pasalnya, fenomena psikis ini menghambat
perkembangan mental dan pertumbuhan fisik sampai dewasa. Ada beberapa simptoms
yang dapat dicermati untuk mengetahui anak menyandang keterlambatan wicara.
Antara lain gaya bicara yang gagap dan gangguan penyampaian bahasa ditinjau
dari segi bunyi bahasa, semantik, marfologi, sintaks, dan tata bahasa yang agak
menyimpang dari penyampaian anak-anak normal sebayanya.
Terapi Wicara adalah ilmu yang mempelajari perilaku komunikasi yang normal
dan abnormal, yang digunakan untuk memberikan terapi (proses penyembuhan) pada
penderita gangguan perilaku komunikasi yang meliputi kemampuan bahasa, bicara,
suara, irama kelancaran, sehingga penderita gangguan prilaku komunikasi mampu
berinteraksi dengan lingkungan secara wajar, tidak mengalami gangguan
psiko-sosial serta mampu meningkatkan hidup optimal.
Gangguan
bahasa bicara bisa terjadi pada kondisi-kondisi :
* Autisme
* ADD/ADHD
* Tuna Rungu
* Cerebral Palsy
* Mental Retardasi
* Gangguan Tumbuh Kembang
* Pasca Serangan Stroke
* Pasca Pengangkatan Laring
* Celah langit-langit
* Gagap
Anak autis misalnya, walaupun ada gangguan bicara tetapi sebenarnya bisa
mendengar. Walaupun tidak/belum bicara tetapi proses pemasukan kosa kata
melalui telinga terus berlangsung sejak masih bayi. Kemungkinan besar ia
mengerti apa yang didengarnya, hanya saja perlu bantuan untuk bisa berbicara
dengan baik. Dalam hal ini peran terapis adalah melatih si anak berkonsentrasi,
memperkenalkan prinsip-prinsip berkomunikasi (misal lewat permainan
gantian/giliran) dan melatih berbicara (termasuk pengucapannya).
Terapi penanganan masalah keterlambatan bicara pada anak akan mencapai
hasil maksimal apabila ditangani oleh terapi wicara anak. Maksimalisasi
penanganan terapi anak ini membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Untuk kasus
sengau atau cadel butuh terapi intensif minimal 6 bulan. Terapi tersebut butuh
waktu lebih lama lagi bagi anak yang menyandang kesultian bicara akibat
gangguan pendengaran dan kelainan organ mulut.
Terapi mental diterapkan melalui bimbingan intensif yang bisa dilakukan
orang tua di rumah. Dampingi dia dan ajarkan mengucapkan kata-kata pada anak.
Dengan rangsangan mengulang itu, jadi rangsangan wicara itu memacu anak untuk
mengenal kata-kata dan mengucapkannya dengan menirukan apa yang dia dengar dan
dia ucapkan. Rangsangan wicara yang menghubungkan asosiasi kata dan pendengaran
itu dikenal dengan auditory bombaten.
TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS)
Terapi Applied Behavior Analysis atau ABA sering digunakan untuk
penanganan anak autistik. Terapi ini sangat representatif bagi penanggulangan
anak spesial dengan gejala autisme. Sebab, memiliki prinsip yang terukur,
terarah dan sistematis; juga variasi yang diajarkan luas; sehingga dapat
meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan motorik halus maupun kasar.
Terapi ABA adalah metode tatalaksana perilaku yang berkembang sejak
puluhan tahun, ditemukan psikolog Amerika, Universitas California Los Angeles,
Amerika Serikat, Ivar O. Lovaas (Handojo, 2003:50). Sekitar tahun 1970, ia
memulai eksperimen dengan cara mengaplikasikan teori B.F. Skinner, Operant
Conditioning. Di dalam teori ini disebutkan suatu pola perilaku akan menjadi
mantap jika perilaku itu diperoleh si pelaku (penguat positif) karena
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tidak diinginkan (penguat negatif).
Sementara suatu perilaku tertentu akan hilang bila perilaku itu diulang
terus-menerus dan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan (hukuman) atau
hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).
Dikarenakan anak autistik mengalami gangguan perilaku, maka harus
digantikan dengan perilaku-perilaku wajar. Terapi ini adalah aplikasi ilmu
pengetahuan mengenai perilaku yang bertujuan meningkatkan atau menurunkan
perilaku tertentu, meningkatkan kualitasnya, menghentikan perilaku yang tidak
sesuai, dan mengajarkan perilaku-perilaku baru. Terapi ABA mendasarkan proses
pengajaran pada pemberian stimulus (intruksi), respon individu (perilaku) dan
konsekuensi (akibat perilaku) menjadi sasaran proses pengajaran dan bimbingan.
Secara prinsip, terapi ABA meliputi 3 langkah memecah keterampilan anak
autistik menjadi beberapa bagian atau langkah-langkah kecil. Pertama, terstruktur,
yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas. Kedua, terarah, yakni ada
kurikulum jelas untuk membantu mengarahkan terapi. Ketiga, terukur, yakni
keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang diharapkan, diukur dengan
berbagai cara, tergantung kebutuhan.
Materi pengajaran pada anak autistik harus sesuai dengan perkembangan.
Misalnya, keterampilan yang lebih mudah diajarkan lebih dulu. Sedangkan,
keterampilan rumit jangan dulu diajarkan sebelum anak menguasai syaratnya.
Beberapa kurikulum khusus dalam pengelompokkan keterampilan dan kemampuan anak
autistik diantaranya:
1.
Kemampuan untuk memperhatikan. Ini adalah sikap belajar yang
diperlukan untuk
bersekolah dan bekerja. Apabila
seorang anak tidak mampu memperhatikan dalam rentang waktu beberapa menit, ia
akan mengalami kesulitan mencerna pelajaran atau mendengarkan instruksi.
2.
Meniru atau imitasi. Pada saat anak diminta meniru, tidak
muncul perkataan apapun dari seorang terapis kecuali hanya kata “tiru”,
“lakukan” atau “coba”. Pada posisi ini, anak autistik dituntut melakukannya
seperti yang dicontohkan. Materi imitasi dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu:
imitasi motorik kasar, imitasi motorik halus, imitasi aksi dengan benda,
imitasi suara (sehingga anak belajar berbicara karena diarahkan meniru
kata-kata orang lain), imitasi pola balok (untuk mempersiapkan anak belajar
menulis), sampai imitasi perilaku bermain.
3.
Memasangkan. Anak autistik dituntut mengenali sesuatu yang
dikelompokkan atas ciri-ciri tertentu. Kemampuan ini meliputi kemampuan
men-sortir dan mengerjakan worksheet. Misalnya, piring pasangannya gelas, pena
merupakan alat tulis, stasiun, hotel, kolam renang adalah tempat. Instruksi
yang diberikan, “pasangkan”, “cari yang sama”, “mana yang sama” atau kata-kata
lain yang bermakna sama, sehingga anak mencari pasangan yang diperlihatkan.
4.
Identifikasi. Anak autistik diminta menetapkan pilihan dengan
memegang, mengambil, atau menunjuk satu dari beberapa hal. Teknik ini
memungkinkan kita memeriksa apakah anak paham berbagai konsep (reseptive
languange) tanpa bergantung pada kemampuan bicara mereka. Identifikasi tidak
terlalu berbeda dengan labeling, tapi identifikasi anak autistik tidak dituntut
secara ekspresif. Pada proses identifikasi, perintah yang diberikan, “pegang”,
“tunjuk”, “ambil”, “kasihkan” dan anak diminta memilih satu dari beberapa
stimulus.
5.
Labeling atau ekspresi (bahasa pengungkapan). Kemampuan ini
memang cukup sulit
karena mengandalkan kemampuan pengungkapan bahasa (expressive
languange). Biasanya anak diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti “apa
ini?”, “siapa ini?”, dan “dimana…?”.
Terapi
Applied Behavior Analysis (ABA) anak autistik, mesti mendasarkan proses
pengajaran pada pemberian stimulus (intruksi), respon individu (perilaku) dan
konsekuensi (akibat perilaku). Ketika melaksanakan teknik ini, seorang terapis
atau helper mesti konsisten memberikan stimulus, respon dan konsekuensi yang
diberikan. Selain itu, dibutuhkan juga
kemampuan (skill), pengetahuan memadai tentang autisme dan teknik ABA
(knowledge). Terakhir, bersikap baik, optimis dan memiliki minat perasaan
(sense) terhadap anak spesial autistik sangat menentukan proses terapi yang
berkelanjutan.
TUGAS
KELOMPOK
STIMULASI
DAN INTERVENSI ABK
Nama kelompok:
1.
GALIH
PRATIWI NIM:41032102101144
2.
GINA
SONIA NIM:41032102101207
3.
RAISYA
JOURDAN AMBARONA NIM:41032102101143
Tidak ada komentar:
Posting Komentar